JAKARTA — Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat per 2021, terdapat 15.074 warga Kabupaten Bogor yang terjangkit penyakit Tuberkulosis (TBC). Oleh karena itu, perlu dukungan dari berbagai pihak untuk mengentaskan TBC khususnya di Kabupaten Bogor.
Yayasan Akses Sehat Indonesia merupakan salah satu organisasi yang berpartisipasi aktif dalam menanggulangi endemi TBC di Kabupaten Bogor. Pada 2021, Indonesia naik peringkat menjadi urutan kedua dunia sebagai negara dengan kasus TBC terbanyak setelah India. Sementara Kabupaten Bogor menyumbang angka pasien TBC terbanyak di Indonesia.
Yayasan Akses Sehat Indonesia yang merupakan kluster kesehatan dari Yayasan Nirunabi bekerja bersama 160 kader untuk terjun ke masyarakat dalam rangka memberantas TBC. Ketua Yayasan Akses Sehat Indonesia, Alwin Khafidhoh menuturkan, sebagai pelaksana program eliminasi TBC berbasis komunitas di Kabupaten Bogor, pihaknya telah berkecimpung di masyarakat selama kurang lebih tiga tahun.
“Kegiatan yang kami lakukan yaitu investigasi kontak pasien TBC, penyuluhan dan pendampingan minum obat bagi pasien,” tuturnya di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (23/3/2022). Aral rintangan telah dilalui selama menjadi kader TBC di kawasan endemi tersebut. Namun, kendala tersebut tak menyurutkan langkah kader untuk terus berjuang demi kualitas kesehatan masyarakat lebih baik.
Alwin bercerita, ada kader yang saat pengambilan sampel dahak lupa membawa kantong kresek hitam. Alhasil, ia melihat secara langsung sampel dahak yang ada di wadah steril yang telah disediakan. Tentu saja, Alwin merasa geli dengan apa yang dilihatnya, dan itu membuatnya tidak nafsu makan sampai tiga hari.
Koordinator Kader TBC wilayah Bogor Tengah dan Timur, Sukmawati menuturkan, menjadi kader bukan hanya mempunyai pengetahuan seputar TBC. Kade juga harus mempunyai trik agar pasien TBC bisa secara terbuka menerima kehadirannya saat berkunjung ke rumah. Trik tersebut bisa didapatkan dari pengalaman-pengalaman saat kader sudah berkunjung ke rumah pasien.
“Karena di lapangan itu kendalanya banyak, ada yang banting pintu. Maka saya arahkan pakai trik seperti ini misalnya, jangan bilang kalau kita mau investigasi kontak TBC. Bagaimana caranya supaya warga yang kita kunjungi welcome, kita harus ngomongnya pelan-pelan,” kata Sukmawati.
Tidak hanya itu, kondisi medan juga menjadi kendala yang terkadang membuat para kader kelelahan dan bimbang untuk melanjutkan programnya. Ada pula pasien TBC yang merasa sehat dan menolak untuk melakukan pengobatan.
Koordinator Kader Wilayah Bogor Barat dan Selatan, Ria Agustin, melanjutkan, kadang para kader juga menawarkan bantuan untuk mengantarkan obat. Beberapa pasien yang berada di wilayah terpencil seringkali kesulitan untuk mengambil obat di puskesmas karena kendala transportasi. Kader siap memantau ketersediaan obat para pasien TBC sepekan sekali.
Jika ada kendala, para kader bisa segera mengambilkan obat untuk pasien tersebut. Sehingga pengobatan pasien tetap bisa berjalan. “Para kader memberikan edukasi dan motivasi. Agar pasien tetap semangat minum obat. Jika ada beberapa pasien yang rumahnya jauh dari puskesmas, bisa minta tolong pada kader wilayah untuk mengambil obatnya,” kata Ria.
Dia menyebut, stigma negatif masyarakat terhadap penyakit TBC membuat para penderita itu enggan untuk berobat. Maka dari itu, sambung dia, para kader sebisa mungkin bergerak diam-diam dan tidak mencolok saat melakukan kunjungan ke rumah penderita TBC. “Karena stigma negatif tersebut sangat sulit dihilangkan,” ucap Ria.
Sumber : republika.co.id