WARTAKOTALIVE.COM, BOGOR– Kabupaten Bogor menjadi daerah endemi Tuberkulosis (TBC) di Indonesia.
Seperti diketahui bahwa Indonesia kini menduduki peringkat ketiga dunia dengan jumlah penderita TBC terbanyak.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor sendiri memiliki program Eliminasi TBC sesuai arahan dari Kementerian Kesehatan RI.
Namun, ternyata program tersebut tidak dibarengi dengan fasilitas yang memadai.
Hal ini terbukti dari laporan yang diberikan oleh kader TBC sebagai salah satu pihak yang turut andil dalam menjalankan program Eliminasi TBC tersebut.
Yayasan Akses Sehat Indonesia yang bekerja bersama para kader TBC megeluhkan hal tersebut.
Ketua Yayasan Akses Sehat Indonesia Alwin Khafidhoh menyebutkan bahwa sampai saat ini Kabupaten Bogor masih kekurangan laboratorium TCM (tes cepat molekuler).
Dari 101 puskesmas yang ada di Kabupaten Bogor hanya ada 9 puskesmas yang memiliki laboratorium TCM, ditambah dengan empat laboratorium di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
Sehingga secara keseluruhan terdapat 13 laboratorium untuk mengecek ribuan sampel dahak yang didapatkan oleh kader TBC.
Sementara dari ketigabelas laboratorium TCM tersebut rata-rata hanya dapat memeriksa maksimal 14 sampel per hari.
Padahal menurut Kemenkes RI per 2021 terdapat 15.074 warga Kabupaten Bogor yang terpapar TBC.
Dengan jumlah penduduk Kabupaten Bogor saat ini sekitar 6 juta jiwa.
“Jangan bilang eliminasi (TBC), laboratorium tesnya saja jauh dari kebutuhan,” tutur Alwin melalui pernyataan tertulisnya, Kamis (14/4/2022).
Dalam pertemuan yang dihadiri enam koordinator kader dan beberapa anggota sub sub recipient (SSR) tersebut melaporkan beberapa kendala di lapangan yang dialami oleh para kader TBC.
Kendala utama mereka adalah jumlah laboratorium TCM tersebut yang jauh dari kata ideal.
Menurut Alwin, idealnya setiap puskesmas memiliki kaboratorium TCM sehingga pemeriksaan sampel dahak dari terduga pasien TBC bisa selesai di puskesmas setempat.
Dengan demikian maka pemeriksaan bagi pasien bisa lebih cepat dan dekat.
Artinya Kabupaten Bogor membutuhkan 96 laboratorium TCM lagi.
Karena terbatasnya jumlah laboratorium tersebut terkadang kader harus rela sampel dahak yang telah ia dapatkan dengan susah payah harus dibuang karena sudah rusak.
“Ada laporan kader, sampel dahak yang dibawa ke puskesmas dibuang karena petugas laboratorium tidak ada di tempat sehingga sampelnya rusak,” ujar staf program SSR Irwan Irawan.
Padahal selama ini Yayasan Akses Sehat Indonesia telah mengupayakan dengan mendorong kader TBC untuk melakukan ‘jemput bola’ yaitu dengan mengambil langsung sampel dahak dari suspek pasien TBC.
Akan tetapi kapasitas laboratorium tidak mendukung sehingga petugas laboratorium kewalahan dalam melakukan tugasnya.
Tentu hal tersebut tidak sejalan dengan harapan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yang menginginkan sinergisitas dari berbagai sektor dalam melakukan program Eliminasi TBC tersebut.
Sebelumnya Wakil Supervisor TBC Dinkes Kabupaten Bogor Aan Setiawan menyatakan dalam menangani endemi TBC di daerahnya tersebut membutuhkan peran dari komunitas non-pemerintah.
Namun ternyata itu tidak dibarengi dengan fasilitas yang mumpuni.
Komunitas khususnya Yayasan Akses Sehat Indonesia yang telah bekerja bersama para kader TBC selama kurang lebih tiga tahun ini berharap agar pemerintah khususnya Dinkes Kabupaten Bogor segera menambah laboratorium TCM agar usaha para kader TBC yang sudah dengan susah payah mendapatkan sampel dahak tersebut dapat dites dengan optimal tanpa ada sampel yang terbuang lagi.
Hal itu karena menurut Irwan juga berpengaruh terhadap semangat para kader TBC.
“Mereka itu relawan yang terjun ke lapangan yang tidak jarang harus menempuh jarak berkilo-kilometer untuk mendapatkan sampe dahak, namun pahitnya sampel dahak itu harus dibuang karena keterbatasan laboratorium.
Sumber : wartakota.tribunnews.com